AyLa MoCca's Blog. Diberdayakan oleh Blogger.
Terimakasih telah mengunjungi blog ini :) Mohon jangan copy paste karya orang lain sembarangan. Jika ingin copas jangan lupa sertakan nama pengarang asli.
RSS

The Lake of Love

"Kayla maaf ya hari ini aku nggak bisa nemenin kamu pergi. Mama ngajak aku ke rumah eyang. Maaf banget ya." terdengar suara Ara dari ujung telepon sana dengan nada penuh penyesalan.

"Aduh Ara udah tenang aja, aku nggak apa-apa. Aku juga belum tau hari ini jadi pergi atau nggak. Lagipula kamu kan udah lama nggak berkunjung ke rumah eyangmu. Udah santai aja, Ra. Have fun ya." jawabku mencoba menenangkan Ara.

"Benar Kay, nggak apa-apa kan? Makasih ya. Maaf, lain kali aku pasti temenin kamu. Bye, Kay." ujar Ara mengakhiri pembicaraan.

Kututup handphoneku dan kuambil jaket yang ada di atas kasur. Walaupun Ara tidak bisa menemani, tapi acara pergiku kali ini harus tetap berjalan. Aku ingin menyegarkan diriku sebelum besok masuk sekolah. Kubuka garasi mobil dan segera kubawa mobil Jass-ku ini melaju kencang. Ya, hanya mobil Jass ini yang orang tuaku tinggalkan untukku. Di Bandung aku hanya tinggal seorang diri, karena orang tuaku harus mengurusi pekerjaan di luar kota. Kufokuskan kembali pikiranku pada jalan di depan. Aku masih bingung harus menuju kemana. Kutelusuri saja jalanan yang ada, mungkin nanti aku bisa menemukan tempat yang tepat. Sudah cukup lama aku menyetir tanpa tujuan seperti ini, namun tak kunjung kutemukan tempat yang cocok. Di persimpangan depan kubelokkan mobilku. Tepat, hanya jarak beberapa meter dari persimpangan tadi terhampar luas danau yang indah. Akhirnya aku menemukan tempat yang cocok. Kuhentikan mobilku dan segera turun. Udara di sekitar danau ini langsung menyambutku, begitu segar. Ternyata di tempat seperti ini ada danau. Kenapa aku tidak pernah tahu sebelumnya. Aku berlari mendekati tepi danau. Makin dekat aku dengan danau itu, makin jelas terlihat hamparan pohon yang berjajar rapi tumbuh di sini. Terlihat pula ada sebuah bangku yang menghadap persis ke arah danau. Dan di bangku itu seperti sedang duduk sesosok laki-laki. Apa aku tidak salah lihat? Di sekitar danau ini tidak ada pemukiman penduduk, juga begitu sepi. Kucoba dekati sosok itu dan kusapa dia. Dia menoleh. Wajahnya terlihat masih remaja. Umurnya mungkin 2 tahun lebih tua dariku. Dia mengenakan kacamata, kemeja dengan kaos di dalamnya dan celana jins. Untung saja dia benar-benar manusia. Kuberikan seulas senyumku untuknya, namun dia menatapku begitu dingin, tanpa ekspresi. Lalu dia bergegas meninggalkanku, tanpa menyapaku sedikit pun. Benar-benar aneh. Banyak pertanyaan memenuhi pikiranku. Baru pertama kali ini aku bertemu dengan laki-laki yang begitu dingin. Namun dari situ justru membuatku tertarik padanya. Setelah sosok itu menghilang, aku putuskan untuk ikut pergi. Sesampainya di rumah, aku langsung masuk kamar dan berbaring di kasur. Masih terbayang-bayang dibenakku sosok yang tadi aku temui di danau itu. Aku penasaran. Sambil memikirkan hal itu kujejali telingaku dengan headset dan kuputar musik-musik kesayanganku.
***

Hari Minggu telah berlalu dan selamat datang hari Senin. Waktunya berkutat kembali pada buku-buku pelajaran dan berangkat sekolah. Setelah sarapan, segera kutancap gas mobilku menuju sekolah. Aku selalu berangkat lebih awal agar tidak terjebak macet, dan hari ini aku lolos dari yang namanya kemacetan. Di kelas kulihat Ara sudah menungguku.

"Hai, Kay, berangkat juga. Gimana kemarin? Maaf banget ya, aku masih nggak enak sama kamu." sapa Ara seraya duduk di sebelahku.

"Udah, Ra, santai aja, nggak masalah kok. Eh tahu nggak, Ra, kemarin aku ketemu sama orang yang aneh banget." ceritaku pada Ara.

"Orang aneh, maksud kamu? Emang kamu ketemu dia di mana?" tanya Ara penasaran.

"Iya pokoknya orangnya itu aneh banget. Kemarin aku ketemu dia di danau. Waktu aku sapa, eh dia malah langsung pergi gitu aja. Aneh kan?" ujarku.

"Langsung pergi? Nggak bales nyapa kamu atau nanya-nanya kamu gitu? Ih jangan-jangan dia bukan manusia lagi, Kay, hii serem." celoteh si Ara sambil bergidik ketakutan.

"Boro-boro nanya, tatapannya ke aku tu dingin banget. Haha, udah deh nggak usah ngomong yang mistis-mistis, dia manusia kok." jawabku sambil tertawa melihat kelakuan Ara.  

Kriiiiiiinng kriiiingg..... Jam istirahat berbunyi. Aku dan Ara berniat untuk pergi ke kantin. Saat kami sedang asyik mengobrol, Kak Bagas mendekati kami. Dia menyapaku dan Ara. Kak Bagas adalah ketua OSIS di SMA Harapan Mandiri ini. Hampir semua perempuan di sini suka padanya. Tak heran, dia memang sangat baik,ganteng dan juga perhatian. Dia sangat peduli padaku, aku sudah menganggap dia seperti kakakku sendiri. Di tengah obrolan kami tadi, Kak Bagas menyela dengan memanggil temannya yang sedang berdiri berlawanan arah dengan kami. Temannya itu tersenyum dan segera menghampiri kami. Aku kaget setengah mati. 

"Orang ini, bukankah dia yang kemarin aku lihat ada di danau itu." batinku dalam hati. 

Dia melihatku dengan tatapan yang tak kalah anehnya denganku. Melihat itu, Kak Bagas dan Ara menyadarkan kami dari saling pandang yang terjadi. Kak Bagas memperkenalkan temannya itu padaku dan Ara. Namanya Yoga Pramudiksa. Dia anak baru pindahan dari Jakarta. Setelah perkenalan itu, Kak Bagas dan Kak Yoga pergi. Aku segera memberitahu Ara bahwa Kak Yoga adalah laki-laki yang tadi aku ceritakan padanya. Dia lah laki-laki yang aku temui di danau kemarin. Laki-laki yang saat aku sapa hanya diam saja dan justru pergi. Aku jadi makin penasaran. Dia memang terlihat berbeda. 
Sampai di rumah aku letakkan tasku di rak dan berganti pakaian santai. Aku tak bisa terlelap. Aku semakin memikirkannya. Sosoknya yang tak biasa membuat otakku berpikir dua kali. Ya, kali ini kumantapkan untuk bisa mengenalnya lebih jauh.
***
Hari-hari di sekolah kulewati dengan satu kebiasaan baru yang berbeda. Ya, kali ini setiap istirahat aku selalu buru-buru keluar dari kelas, menarik Ara untuk duduk bersamaku di depan kelas. Yang mau aku lakukan tak lain dan tak bukan adalah untuk memandang sosok Kak Yoga. Dia bisa dibilang hampir setiap hari lewat depan kelasku. Bermain bola di lapangan yang berada tepat di depan kelasku. Tiap aku melihatnya ada perasaan aneh yang  mengusik hati. Ah perasaan apa ini?? Hatiku masih pro kontra antara suka atau tidak, entahlah.
Perasaan yang sama seperti itu selalu aku rasakan tiap bertemu Kak Yoga. Hingga tanpa terasa sudah 3 bulan Kak Yoga bersekolah di sini dan sudah 3 bulan juga aku merasakan perasaan pro kontra itu. Tapi lama kelamaan perasaan yang aku rasakan ini juga mulai dapat terbaca. 0Ke kagumanku pada Kak Yoga makin bertambah ketika suatu saat aku pernah melihatnya membawa motor vespa ke sekolah. Vespa itu benar-benar unik dan lucu. Aku suka dia karena dia unik, dia berbeda dari yang lain. Di saat biasanya anak-anak remaja jaman sekarang terkesan sok malu-malu untuk membawa motor lama ke sekolah, tapi Kak Yoga santai-santai saja. Padahal Kak Yoga anak baru yang bisa dibilang terkenal di sekolah. Dia sudah menjadi gitaris band inti sekolah karena kelincahannya dalam memainkan gitar. Setelah aku memantapkan perasaanku ini pada Kak Yoga barulah aku mulai mencari-cari informasi tentangnya. Berkat kemajuan teknologi dan juga kemampuan kreatifitas otakku dan Ara, aku bisa mendapatkan informasi tentang Kak Yoga dengan mudah. Mulai dari nomer teleponnya, alamatnya, benda-benda kesukaannya, dan juga hari ulang tahunnya. Ya ternyata 2 hari lagi ulang tahun Kak Yoga dan aku bingung akan memberinya kado atau tidak. Banyak hal yang berkutat dipikiranku membuatku ragu. Ah lebih baik sekarang aku tidur, mungkin saja besok aku akan menemukan jawaban. Aku pun terlelap tidur.
***
Hari ini sekolahku siswanya dipulangkan lebih awal karena ada rapat guru. Banyak teman-teman yang memanfaatkan hari langka seperti ini untuk hangout bersama. Tak ubahnya dengan aku dan Ara.

" Hari ini kita mau nongkrong dimana, Sist? Ke mal biasanya gimana?" usul Ara penuh keceriaan.

" Boleh juga tu, langsung kesana aja yuk." jawabku seraya menarik tangan Ara dan membawanya masuk ke mobilku.

Mal yang akan kami kunjungi letaknya tidak terlalu jauh dari sekolah, hanya 30 menit bila ditempuh dengan mobil. Untungnya jalanan tidak macet hari ini, karena sekarang masih belum jamnya orang-orang kantor pulang. Mobilku melesat dengan santainya dan sampailah kami di tempat tujuan. Kami berudua segera menjelajah memasuki mal ini. Ara mencari-cari store aksesoris karena dia ingin membeli beberapa aksesoris untuk adiknya. Setelah sempat berkeliling, kami menemukan tempat aksesoris yang bagus. Kami singgah ditempat itu dan tanpa basa-basi memilih beberapa pernak-pernik lucu. Ara sibuk mencari kalung, jepitan rambut dan pernak-pernik lainnya, sedangkan aku hanya mengikutinya dibelakang. Mataku menjelajah ke seluruh ruangan ini. Aksesoris yang tersedia di sini memang unik dan lucu-lucu, tak heran store ini rame, bahkan Ara yang terkenal pilih-pilih tanpa basa-basi memburu aksesoris yang ada. Mataku masih menjelajah, mencoba mencari mungkin ada sesuatu yang bisa kutemukan, sampai akhirnya mataku terpaku pada sebuah gantungan kunci. Gantungan kunci gitar sederhana yang membuatku terpikat. Ada apa dengan gantungan kunci gitar itu? Saat melihatnya aku jadi teringat pada seseorang. Ah aku teringat pada Kak Yoga. Oh iya, bukankah Kak Yoga begitu menyukai gitar? Dia kan gitaris band inti sekolah. Tanpa berpikir panjang aku langsung mengambil gantungan kunci itu dan ku bayar dikasir. Ara menatapku dengan heran.

"Kay, kok kamu beli gantungan kunci gitar kayak gitu? Mau buat siapa?" tanya Ara bingung.

"Oh ini buat dia. Gantungannya unik kan." jawabku sembari melihat-lihat gantungan kunci gitar yang tergeletak ditanganku.

"Dia? Kak Yoga maksudmu? Iya, bagus kok dia suka gitar kan."ujar Ara.. 

Setelah cukup membeli beberapa pernak-pernik, kami langsung menuju cafe. Cafe ini sangat nyaman untuk berkumpul bersama. Kami memesan beberapa jus dan makanan. Aku menyewa tempat karaoke untuk kami bernyanyi bersama sembari menghabiskan makanan yang telah dipesan tadi. Haaah, begitu senangnya aku hari ini. Pikiranku yang dibingungkan tentang hadiah untuk Kak Yoga terasa hilang untuk sementara. Lagipula jika aku benar-benar akan memberinya kado, aku sudah tahu kado apa yang tepat kuberikan untuknya. 
Jam menunjukkan pukul 23.00, aku dan teman-teman bergegas pulang. Sebelum pulang aku mengantarkan Ara pulang terlebih dahulu. Rumahnya satu arah dengan rumahku jadi aku tidak perlu kesulitan untuk memutar arah. Kota Bandung malam ini begitu lengang, terutama di kompleks tempat aku tinggal. Pintu pagar di rumahku terbuka otomatis ketika mobilku datang. Kukemudikan lurus mobilku menuju garasi. Begitu turun dari mobil, aku masuk rumah dan langsung menuju ke kamar. Tubuhku sudah doyong, mungkin karena terlalu lelahnya seharian bermain. Kubaringkan tubuhku di kasur, sebelum menutup mata aku sempat memikirkan Kak Yoga. Memikirkan tentang hari esok, hari ulang tahun Kak Yoga. 

"Kak Yoga, tunggu aku besok ya, ada sesuatu yang ingin kuberikan kepadamu, semoga kamu suka." batinku dalam hati. Dan perkataan itu membuatku larut dalam tidur.
***
Entah mengapa, saat ini hatiku begitu berdebar. Rasanya semalam aku sudah mantap untuk memberikan kado ini kepadanya, tapi kenapa sekarang rasa takut itu kembali menghantuiku? Kumasuki mobil lalu melaju ke sekolah. Kulirik kursi disebelah kemudiku. Di sana tergeletak sebuah kotak berbungkuskan kertas kado, begitu indah dilihat. Itu kado yang sudah aku persiapkan untuk Kak Yoga. Di dalamnya berisi gantungan kunci gitar yang kemarin aku beli. Gantungan itu hanya ku beri sedikit hiasan. Di bagian belakang kutuliskan nama dan tanggal ulang tahunnya besok ~Yoga 23.03.2011~ Di dalam kotak itu juga ada beberapa kartu ucapan serta suatu ungkapan yang sengaja aku buat. 

" Gantungan kunci ini memang dari luar terlihat begitu sederhana, namun untuk dapat membuatnya dibutuhkan proses yang belum tentu semua orang bisa melakukannya. Dan ketika sudah jadi akan terlihat senyuman dari orang-orang yang ada di sekitar si pembuatnya. Seperti kakak, walaupun kakak terlihat sederhana, tapi sebenarnya kakak memiliki banyak kelebihan yang belum tentu orang lain memilikinya. Jadikan kelebihan itu sebagai sesuatu yang dapat membuat orang tua dan orang-orang yang kakak sayangi bahagia. Happy 17th's Birthday Kak Yoga, sukses selalu ^_^ " 

Aku rasa saat menulis ungkapan itu aku sedang gila. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Kak Yoga ketika menerima kado ini dan membaca kartu yang ada di dalamnya. Aku bahkan tertawa sendiri ketika mencoba membayangkannya, bagaimana dengan dia? 

Pintu pagar sekolah telah menyambutku, segera kuparkirkan mobilku dan berlari menuju kelas.

"Pagi Ara sahabatku. Aku udah bawa sesuatu itu lho." seruku gembira.

"Oh ya? Jadi kamu bener-bener mau ngasih dia kado? Wah salut aku, Kay." ujar Ara begitu keheranan.

"Iya jadi donk, aku pengen bisa jadi salah satu orang yang ngisi hari spesialnya ini." jawabku penuh semangat. Rasa takut yang menghantuiku serasa hilang untuk sementara.

"Sip deh, semangat ya Kayla sahabatku. Pokoknya nanti waktu kamu ngasih kadonya aku harus jadi saksi lho."seru Ara menyemangatiku.

Selama pelajaran aku terus melihat ke arah bungkusan kado itu. Masih tidak terbayang bagaimana nanti saat aku memberikannya kepada Kak Yoga. 
Tanpa terasa bel pulang sekolah berbunyi. Aku dan Ara segera menyusun rencana. Tidak butuh waktu terlalu lama rencana kami sudah tersusun dengan rapi. Berhubung pertandingan basket dan voli antar kelas di sekolahku belum usai, jadi kami akan memanfaatkan waktu itu. Seperti biasa Kak Yoga pasti akan pulang terlebih dahulu dan kembali lagi ke sekolah dengan vespanya, jadi nanti aku akan meletakkan kado itu di motornya. Aku malu untuk memberinya secara langsung. Ku kira cara itu yang terbaik. Tapi aku sedikit ragu apa rencanaku akan berhasil, karena hari ini mendung sepertinya akan hujan. Dan benarlah dugaanku, awan yang tadi biru mulai menjadi gelap. Tetes demi tetes butiran air berjatuhan dari langit, hujan pun turun dengan derasnya. Pertandingan akhirnya ditiadakan. Aku melihat Kak Yoga masih ada di sekolah dan tidak kunjung pulang. Dia bolak-balik melewati kelasku sambil terkadang melirik ke arahku. Bahkan sampai waktu Sholat Asar dia belum juga pulang. Aku dan Ara memutuskan untuk tetap menunggu Kak Yoga. Suara azan berkumandang, kami berdua sholat terlebih dahulu. Setelah tahiyat akhir aku mengucap salam, tiba-tiba "plak" Ara menepuk punggungku lumayan keras. Dia menunjukkan kepadaku bahwa ternyata di syaf laki-laki ada Kak Yoga yang baru selesai sholat, sama halnya denganku. Dia keluar lebih dahulu, dan sebelum keluar dia sempat menoleh ke arahku, namun tetap dengan raut wajah tanpa ekspresi, begitu dingin. Walaupun begitu aku sangat senang bisa bertemu Kak Yoga di mushola ini, jarang kami bisa sholat diwaktu yang hampir bersamaan. Kulipat mukenaku lalu aku dan Ara keluar dari mushola. Kupikir Kak Yoga sudah pulang, tapi ternyata dia masih duduk di depan mushola sembari memakai sepatunya. Ketika aku melihat ke arahnya, dia juga melihat ke arahku. Cepat-cepat aku buang muka. Bukan karena aku marah, tapi karena aku benar-benar tidak bisa menahan tawa. Entah kenapa saat melihatnya aku serasa ingin tertawa, mungkin karena aku malu. Aku dan Ara kembali duduk-duduk di depan kelas. Kak Yoga lewat di depan kami lagi sembari membawa tas. Pasti dia akan pulang. Tepat ketika dia akan menuju gerbang, Ara menyuruhku untuk mengejar Kak Yoga dan memberikan kado itu sekarang. Namun aku enggan melakukannya. Masih ada banyak hal yang perlu aku pikirkan. Di samping itu aku juga malu untuk memberikannya secara langsung. 

"Iiih Kayla, ayo kejar aja, keburu dia pulang." desak Ara. Dia menggandeng tanganku hendak mengajakku menyusul Kak Yoga.

"Tapi Ra, aku malu. Udah lah balik ke rencana awal kita aja. Mungkin dia bakal balik ke sekolah nanti." jawabku lesu penuh kebimbangan.

"Ya ampun, Kay, udah jam segini. Lagian coba kamu liat, hujannya deres banget. Kamu masih yakin rencana awal kita bakal berhasil? Kamu pikir dia masih bakal balik   ke sini?" tanya Ara.
  
Benar juga yang Ara katakan, bagaimana kalau dia tidak kembali lagi ke sekolah? Itu artinya semua rencana yang sudah aku dan Ara susun akan hancur berantakan. Setelah berpikir sejenak, aku memutuskan untuk mengikuti saran Ara. Aku dan Ara buru-buru mengejar Kak Yoga, takut dia terlanjur pergi. Ketika sampai di gerbang, aku melihatnya sedang menunggu angkutan umum sendirian di seberang jalan. Namun ketika aku akan menyeberang, tiba-tiba angkutan umum yang sudah ditunggu-tunggunya datang. Kak Yoga melihat kami dengan tatapan bingung, mungkin dia punya firasat ada sesuatu yang ingin aku berikan padanya. Padangan itu hanya sekejap, lalu dia naik angkutan umum itu dan hilang ditelan kejauhan. Aku merasa menyesal karena telah membuang-buang kesempatan yang ada. Tapi aku tetap positif thingking. Aku masih menunggunya, siapa tahu dia akan kembali walaupun dilihat dari cuaca sepertinya itu mustahil. Syukurnya Ara masih mau menemaniku menunggu Kak Yoga di tengah hujan yang sangat lebat dan angin yang sangat kencang ini. Badanku bahkan sampai menggigil, kepalaku juga terasa pusing karena terlalu lama menunggunya.

Detik demi detik berlalu, menit demi menit pun ikut berlalu, hingga tak terasa jam demi jam juga sudah berlalu. Aku dan Ara menunggunya hampir 2 jam, namun dia tak kunjung datang. Rasa pedih dihatiku disusul kekecewaan muncul bertubi-tubi.

"Sudah ya Kay, nggak apa-apa kok, masih ada hari esok. Mungkin Allah ngasih waktu yang tepat buat kamu ngasih kado itu ke Kak Yoga ya besok." ucap Ara memberiku semangat disusul dengan senyuman yang membuatku merasa lebih baik.

Memang benar masih ada hari esok, tapi ini hari yang spesial untuk Kak Yoga. Aku ingin memberikannya sekarang. Aku ingin jadi seseorang yang spesial untuknya. Dan yang membuatku paling sedih, rencana yang telah susah payah aku dan Ara susun, kini hancur berantakan.
***          
Pagi ini kumasuki kelas dengan penuh kegamangan, begitu lemah tanpa tenaga. Ara yang melihatku seperti itu langsung mendatangiku. Dia tahu mengapa aku seperti ini, jadi dia mencoba menenangkanku. 

"Udah dong, Kay, masih ada nanti, jangan sedih gitu dong. Semangat ya, aku selalu dukung kamu. " ujar Ara sambil menyunggingkan senyumannya padaku.

"Ya semoga aja hari ini nggak gagal lagi ya, atau aku bakalan benar-benar frustasi cuma karna sebuah kado." celotehku sedikit tersenyum.

"Nah gitu dong, itu baru Kayla yang aku kenal. Cepet keluarin buku tugas, bentar lagi Bu Rosa masuk mau ngasih ulangan Matematika."

Kriiiiiiing kriiiing kriiiing, bel pulang sekolah berbunyi. Akhirnya waktu pulang yang aku nanti-natikan sudah tiba. Kali ini aku membuat rencana baru untuk memberikan kado itu. Setelah aku pikir-pikir lebih baik aku langsung serahkan saja kado itu pada Kak Yoga. Lagipula sepertinya dia sudah tahu ada sesuatu yang akan aku berikan kepadanya, mengingat kejadian sore kemarin. Rencana kali ini masih tetap memanfaatkan pertandingan basket dan voli yang berlangsung. Kebetulan nanti kelasku bertanding voli dan kelas Kak Yoga bertanding basket. Kak Yoga pasti akan lewat depan kelasku, dan saat itu aku akan mendekatinya dan memberikan kado itu padanya. Semoga saja rencanaku kali ini berhasil. Kulihat Kak Yoga sudah pulang bersama temannya, pasti dia nanti kembali. Aku bergegas ganti pakaian karena sebentar lagi kelasku akan bertanding. Aku hanya mampu bermain 1 babak saja, babak selanjutnya,  Manda, teman sekelasku yang menggantikan. Aku merasa sedikit tidak enak badan, mungkin efek dari menunggu Kak Yoga sambil kehujanan kemarin. Tidak beberapa lama, kulihat Kak Yoga datang dengan vespa uniknya lalu menuju ke lapangan basket. Ternyata kelasnya belum bertanding. Ketika aku sedang asyik menonton, Ara memanggilku dan mengatakan bahwa Kak Yoga sepertinya akan lewat depan kelasku lagi. Kupikir inilah saat yang paling tepat untuk memberikan kado itu. Lagipula banyak anak yang sedang memperhatikan pertandingan, jadi tidak mungkin mereka melihat aksiku. Aku takut kehilangan kesempatan emas ini. Langsung aku bergegas lari sambil menggandeng tangan Ara agar mengikutiku. Aku harus sampai kelasku lebih dulu dari Kak Yoga. Kuambil kado yang sudah kubungkus rapi di tas, belum sempat aku mengatur napas, Kak Yoga sudah hampir melewati kelasku. Tanpa berpikir panjang aku langsung mendekati Kak Yoga sembari menyembunyikan bungkusan kado itu dibalik punggungku. Kak Yoga terlihat kaget dan bingung, sama halnya denganku. Bahkan saat itu mulutku serasa terkunci tak bisa bicara.

"Eh ada apa ya, ada apa? " tanya Kak Yoga kebingungan seakan ingin menghindariku, tapi sambil senyum-senyum malu.

Kuatur nafasku terlebih dahulu, mulutku yang rasanya sulit untuk bicara akhirnya aku paksakan untuk bicara. " Tunggu kak, tunggu. Sebentar aja. Ada sesuatu." jawabku gugup. Langsung aku keluarkan bungkusan kado yang dari tadi kusembunyikan.

"Nggak usah, nggak. Eh nggak usah." tolaknya masih dengan ekspresi yang sama.

."Nggak apa-apa kok kak. Bener nggak apa-apa." jawabku sambil mencoba menenangkannya, padahal sebenarnya aku tak kalah gugup darinya. Aku benar-benar salah tingkah, sama sepertinya. 

Kali ini tanpa sadar ku pegang dan kuletakkan kado itu ditelapak tangannya. " Ini diterima dulu aja ya, Kak." seruku sambil tersenyum malu. 

Saat itu Kak Yoga yang dari tadi seperti akan menghindariku menjadi diam. Aku tak tahu apakah dia sadar atau tidak tangannya aku pegang, tapi tak ada respon apa pun darinya. Bahkan mencoba melepaskan tangannya dariku saja tidak. Cukup lama kami larut dalam suasana diam sambil berpegangan tangan seperti ini, sampai akhirnya kulepaskan tangan Kak Yoga. Dia masih diam, hanya melihatku bergeser sedikit darinya. Mungkin dia masih menunggu sebuah kalimat dariku. 
Kulirik matanya sebentar, " Selamat ulang tahun ya, Kak." ujarku pura-pura tenang padahal begitu gugup.

"Iya makasih." jawabnya sembari tersenyum menatapku. Benar-benar pemandangan langka yang baru pertama kali aku lihat. Dia tersenyum padaku, di depanku, dan dengan ramahnya mengucapkan terima kasih. Oh sungguh bahagianya hatiku. Alhamdulillah rencanaku berhasil. 

Setelah ucapan itu aku beranjak pergi, tak ubahnya dengan dia juga ikut pergi. Ara langsung merangkulku. Dia takut aku pingsan karena wajahku terlihat sangat pucat.

"Kay, kamu nggak apa-apa kan? Kamu pucet banget." tanya Ara kawatir.

Aku hanya menggeleng, masih tidak percaya dengan yang aku lakukan tadi.

"Tapi Kay, selamat ya kamu hebat. Aku bener-bener salut. Sadar nggak, tadi kamu pegangan tangan sama Kak Yoga lho, lama banget. Aaaaa."lanjut Ara begitu sambil berteriak-teriak.

Benar-benar perbuatan yang baru pertama kali aku lakukan seumur hidupku. Ini akan menjadi kenangan yang tak terlupakan. 

Setelah kejadian tadi sore, Ara memutuskan untuk mengantarkan aku pulang. Sampai di rumah aku langsung tertidur. Ketika bangun tak terasa sudah pukul 08.00 malam. Kulihat deretan bintang yang bertaburan di langit bersinar begitu terang, sangat indah dipandang. Mungkin bintang itu sedang bahagia, sama halnya denganku. Hari ini aku merasa sangat bahagia. Bagaimana tidak, aku akhirnya berhasil memberikan kado itu kepada Kak Yoga secara langsung. Masih teringat memori-memori sore tadi. Terutama saat tanpa sadar aku memegang tangan Kak Yoga. Itu benar-benar sesuatu hal yang membuat hatiku berdebar-debar. Aku masih tak menyangka bahwa aku telah melakukan itu tadi. Sampai sekarang aku masih memikirkan apa yang telah dia lakukan pada kado yang aku beri. Apa dia sudah membukanya atau hanya menyimpannya? Bagaimana ekspresinya saat membuka kado itu dan tahu isinya? Aaah aku jadi salah tingkah.
Bip bip bip, suara dari ponselku berbunyi. Ternyata ada pesan, tapi nomer yang tertera sangat asing aku tak tahu siapa. Kucoba membuka pesan tersebut.

From : 085729xxxxxx {sengaja disamarkan ntar buat coba-coba malah}
To     : Kayla

Hay, ini Dek Kayla kan? Aku cuma mau bilang mksh banyak atas kado dan ucapannya. Pasti Bagas yg kasih tau ke kamu tentang hari ulang tahunku. Sekali lagi thanks ya. Salam : YOGA.

Apa, aku tidak salah membaca? Pesan ini dari Kak Yoga! Astaga, mimpi apa aku semalam? Hati ini rasanya berbunga-bunga. Aku langsung melompat-lompat kegirangan di atas kasur. Benar-benar tak ku sangka dia sampai mengirimiku pesan. Kutulis jawaban untuk pesan Kak Yoga.. 

From : Kayla
To     : Kak Yoga

Hay juga, Kak. Iya sama*, alhamdulillah kalau kakak trima dengan baik kadoku. Iya kak, Kak Bagas banyak cerita tentang kakak sama aku.

From : Yoga
To     : Kayla

Oh ya? Dia juga sering cerita tentang kamu. Eh ngomong* aku ganggu gak, Dek? Kamu lagi apa?"

Sambil senyum-senyum sendiri aku balas pesannya. 

From : Kayla
To     : Kak Yoga


Duh dia juga sering cerita tentang aku, Kak? Jadi malu. Nggak kok kak, santai aja. Aku lagi tiduran, Kak. Kalau kakak lagi apa? Eh kak, jangan panggil dek, panggil Kayla aja biar lebih akrab.

Balasku sambil senyum-senyum sendiri.

Akhirnya kami saling balas membalas pesan. Dari pesan itu terlihat jelas kalau Kak Yoga memang asyik. Dia sangat fleksibel, aku semakin suka. Alhamdulillah kado itu membawa berkah. Akhirnya Kak Yoga yang selama ini cuek kepadaku jadi bisa luluh. 

Kak Yoga sempat mengirimi pesan lagi sebelum aku tidur. 

From : Yoga
To     : Kayla


Ya udah, dah malam, Kay. Ayo bobok gih, besok sekolah lho. Tadi kayaknya aku lihat kamu agak pucat, istirahat ya. Jangan sampai telat bangunnya. Good Night, selamat bobok Kayla, nice dream.

Pesan terakhir malam ini membuatku serasa melayang sampai langit ke-7. Alhamdulillah Ya Allah, terimakasih untuk hari ini. Aku pun berdoa dan terlelap tidur sambil tersenyum. 
***
Kelasku hari ini begitu gaduh. Maklum saja selama menjelang ujian guru-guru sibuk mengurusi kelas XII, jadi kami (kelas X dan kelas XI) sedikit terlantar. Tapi tak apa justru kami senang banyak jam kosong, namun tetap saja guru yang pergi selalu meninggalkan tugas. Karena suasana kelas yang tak karuan, aku memilih untuk keluar dan duduk di taman sekolah. Ketika sedang menikmati udara sejuk di taman ini, tiba-tiba ada seseorang menyapaku. Sepertinya aku kenal suara itu. Ah benar Kak Bagas yang menyapaku dan di sampingnya ada Kak Yoga. Aku sedikit terkejut lalu ku balas sapaannya. Kulihat ke arah mereka berdua, mereka seperti sedang bertukar pikiran, terlihat dari sorot mata mereka. Cukup lama aku melihat mereka begitu, akhirnya Kak Yoga pamit meninggalkan kami berdua. Untungnya dia sempat membubuhkan sebuah senyum manis untukku. Alhamdulillah. Kak Bagas duduk di sebelahku dan memulai pembicaraan.

"Dek, ada sesuatu yang mau aku katakan ke kamu, boleh? " tanya Kak Bagas.

"Boleh. Ada apa, Kak? Kayaknya serius banget? " balasku.

" Dek, sebenarnya..... " Kak Bagas menghentikan perkataannya sejenak, lalu melanjutkannya lagi, " Sebenarnya, aku suka kamu. Perasaan ini udah aku pendam sejak lama dan aku udah nggak bisa menahannya lagi. Kamu mau nggak jadi pacarku?" kata Kak Bagas sembari memegang tanganku dan bertekuk lutut dihadapanku. 

"Ka..,ka..., kakak serius? Jujur aku kaget kakak bilang kayak gitu. Apa aku harus jawab sekarang?" jawabku terbata. Aku benar-benar kaget mendengar perkataan itu meluncur dengan lancarnya dari mulut Kak Bagas. 

"Iya aku serius. Kalau kamu emang belum bisa jawab sekarang nggak masalah kok. Mungkin kamu butuh waktu buat berpikir." jawab Kak Bagas sambil mengarahkan senyumnya yang khas kepadaku. 

"Maaf ya, Kak, aku emang butuh waktu. Makasih udah mau ngerti." ujarku. Aku bingung harus menjawab apa.

Kak Bagas beranjak dan melepaskan tangannya dariku. Dia pergi, namun sebelumnya sempat memberiku senyuman termanis yang dia miliki. Sebenarnya hampir tidak ada alasan untukku menolaknya, namun hatiku terlanjur terpaut oleh Kak Yoga. Aku benar-benar tidak bisa melepaskan diriku dari Kak Yoga, karena dari dulu memang Kak Yoga lah yang aku suka. 
***
Masa liburan telah tiba, dan tak terasa sudah 1 Minggu berlalu. Tidak banyak hal yang aku lakukan. Seperti sekarang ini, aku hanya duduk di teras rumah ditemani teh hangat, menatap indahnya langit sambil memikirkan Kak Yoga. Bayang-bayang tentang Kak Yoga selalu hadir di pikiranku, hingga aku belum sempat memikirkan bagaimana caranya memberikan jawabanku atas ungkapan perasaan yang telah Kak Bagas katakan kemarin. Aku bingung. Jika aku jujur itu pasti akan sangat menyakitkan bagi Kak Bagas, karena aku justru menyukai sahabatnya bukan dirinya. Aku juga tidak mau gara-gara aku persahabatan mereka selama ini jadi hancur. Tapi jika aku tidak jujur, bagaimana dengan Kak Yoga? Itu sama saja dengan aku membohongi diriku, Kak Bagas juga Kak Yoga. Aku kini sedang dipenuhi dua pilihan yang tak mudah, tapi tetap harus aku pilih. Ku coba membawa tubuhku pergi bersama dengan mobil kesayanganku untuk menyegarkan pikiran. Tak beberapa lama waktu berjalan, kini aku telah sampai di sebuah danau. Danau inilah tempat pertama kali aku bertemu dengan Kak Yoga. Lama aku tak kemari, tapi semuanya masih sama. Bangku itu masih berada di sana, menghadap tepat ke arah danau. Menunjukkan betapa indahnya pemandangan di hadapanku ini. Ku dekati bangku itu lalu aku duduk bersandar di sana. Kuhirup bau danau dan udara segar yang begitu menenangkan jiwa. Tempat ini memang selalu bisa membuat pikiranku tenang kembali. Tak terasa mataku mulai terpejam. Aku merasa seperti Kak Yoga ada di sini dan duduk di sampingku, begitu nyaman. Hembusan napas yang hangat serasa menempel di pipiku. Perlahan kubuka mataku. Kutemui sosok Kak Yoga menatapku dengan mata tajamnya. Sontak aku kaget dan berdiri. Kak Yoga yang melihat ekspresiku langsung mencoba menenangkanku. Setelah cukup tenang aku dan Kak Yoga banyak bercerita. Untungnya Kak Yoga menyambut kehadiranku dengan baik, tidak seperti sebelumnya saat aku datang kemari dia malah pergi. Kami bercanda cukup lama. Kak Yoga menceritakan kepadaku mengapa dia sering datang ke danau ini. Katanya danau ini memberi ketenangan tersendiri baginya. Danau ini bahkan sudah seperti sahabatnya sendiri. Dalam situasi apa pun, dia selalu datang kemari dan mengugkapkan semuanya pada danau ini. Jadi justru danau ini lah yang mengetahui semua rahasia tentang dirinya. Mendengar cerita Kak Yoga itu aku sempat iri. Bahkan danau ini saja bisa jadi sedekat itu dengan Kak Yoga. Kalau begitu aku mau jadi danau,hihi. Saat aku sedang bercanda dengan Kak Yoga, tanpa sengaja mata kami bertemu. Kami saling bertatapan. Matanya begitu tajam dan indah dibalik kacamata yang selalu ia kenakan. Sosok yang selama ini aku suka kini ada dihadapanku. Hanya beberapa senti dariku. Rasanya aku ingin memeluknya dan mengatakan apa yang selama ini aku simpan. Jantungku memburu, makin menggebu. Perasaanku muncul, rasanya sulit untuk ditahan. Ketika aku akan mengucapkan isi hatiku, dari kejauhan nampak seseorang berjalan mendekati kami. Makin lama makin dekat, dan ternyata itu adalah Kak Bagas. Kuurungkan niatku untuk mengatakan hal itu.

"Hai, Ga. Eh ada adek juga di sini. Kok kamu bisa ada di sini? " tanya Kak Bagas kebingungan.

"Iya, Kak. Tadi aku lagi jalan-jalan terus liat danau ini jadi aku mampir. Nggak sengaja ketemu Kak Yoga." jawabku seadanya sambil mengalihkan pandanganku dari Kak Yoga dan Kak Bagas. 

"Eh, Gas, ditungguin dari tadi kenapa baru sampei? Kena macet kamu?" cetus Kak Yoga sambil beranjak dari bangku.

"Eh santai, Bro. Maaf ya, maklum liburan jadi aku bangun kesiangan, hampir lupa kalau ada janji sama kamu. Kita jadi ambil foto danau ini buat lomba? " jawab Kak Bagas.

"Jelas jadi donk. Danau ini udah pas banget sama kriteria yang dibutuhkan. Kita pasti bakal menang."

"Oke deh kalau gitu kita ambil foto di sini. Eh dek kamu kok jadi diem aja? Udah nggak usah malu-malu."

Aku hanya menggangguk dan tetap diam.

"Eh tunggu, di sini ada aku, Yoga dan Dek Kayla. Pas banget. Sini dek." kata Kak Bagas sambil memegang tanganku dan membawaku kehadapannya.

"Ada apa ini, Kak? Aku nggak mau dijadiin objek foto, lho." elakku.

"Haha, nggak kok, Dek. Ini mumpung ada Yoga, aku pingin kamu jawab pertanyaanku 1 minggu yang lalu dan Yoga yang bakal jadi saksinya. Ga, kamu jadi saksi kita berdua ya." senyum Kak Bagas dalam untaian kata-katanya itu.

Kak Yoga hanya tersenyum dan diam, tapi dibalik itu semua aku tahu ada suatu perasaan yang dia sembunyikan. Aku bisa merasakannya.

"Jadi gimana, Dek, jawabanmu?" tanya Kak Bagas lagi.

Aku menunduk, cukup lama. Sepertinya aku telah menghabiskan beberapa menit untuk diam seperti ini. Semuanya ikut diam, seolah-olah menunggu kata yang akan muncul dari mulutku. Yang dari tadi terdengar hanya suara angin dan gemericik air danau. Angin bertiup sepoi-sepoi, menerbangkan helai demi helai rambut panjangku. Akhirnya aku putuskan untuk membuka mulut dan menjawab pertanyaan Kak Bagas. Kutegakkan kepalaku dan kutatap Kak Bagas, dia sedang tersenyum melihatku. Apa aku sanggup mengatakannya?

"Kak... Aku.. Aku benar-benar minta maaf. Aku nggak bisa." jawabku sambil melihat ke arah Kak Yoga sejenak lalu kembali menunduk.

Kata-kata yang muncul dari mulutku itu, bersamaan dengan linangan air mata yang keluar begitu saja dari mataku. Aku menangis. Tangis ini tak bisa kutahan lagi. Kututup wajahku dengan kedua tanganku, mencoba menahan, tapi tetap tidak bisa. Kini aku tak punya keberanian untuk menatap mereka. Aku bahkan tidak tahu bagaimana ekspresi dan perasaan mereka saat ini setelah mendengar jawabanku. Pasti sekarang mereka berpikir bahwa aku ini adalah perempuan paling jahat yang mereka kenal. Ya Tuhan, ampuni aku. Tiba-tiba tangan Kak Bagas memegangi wajahku dan dia berusaha untuk menghapus air mata di pipiku. 

"Dek, coba liat kakak." kata Kak Bagas. Tangannya mengangkat wajahku dengan lembut. Dia masih tersenyum padaku.

"Selama ini aku tau gimana perasaanmu yang sebenarnya. Awalnya aku cuma agak ragu, tapi sepertinya keraguanku udah terjawab sekarang. Dek, kamu nggak perlu takut untuk mengakuinya. Aku tahu kamu dan Yoga saling menyukai. Dan kamu Yoga, kenapa kamu juga nggak jujur aja sama Kayla tentang perasaanmu itu?"

Kata-kata yang baru saja terlontar dari mulut Kak Bagas benar-benar membuat hatiku kaku. Terlihat jelas bahwa Kak Yoga juga tak kalah kagetnya denganku. Rasanya seperti dihujani bom atom. Aku bingung harus bagaimana. Aku memilih tetap diam. Dalam diamku itu kusempatkan diri untuk menatap Kak Yoga. Aku ingin melihat bagaimana ekspresinya. Aku juga ingin mendengar jawaban apa yang akan dia berikan tentang semua ini. 

"Gas, maaf banget kalau selama ini aku nggak jujur sama kamu. Dari awal aku emang suka sama Kayla. Aku sengaja nyembunyiin itu karna aku tau kalau kamu juga suka sama dia. Aku nggak mungkin ngehianatin persahabatan kita." jawab Kak Yoga. Kini dia memandang ke arahku.

"Makasih banget, Sob. Kamu emang sahabat yang baik banget, lebih mentingin perasaanku daripada perasaanmu sendiri. Tapi coba kamu bilang dari awal, mungkin semuanya nggak bakal jadi kayak gini. Kamu nggak kasihan apa sama Kayla? Dia udah nunggu kamu sejak lama. Atau kamu rela Kayla diambil orang lain? Sekarang waktu yang tepat, Ga, ungkapin apa yang selama ini mau kamu ungkapin ke Kayla." cetus Kak Bagas. Dari kata-katanya tak terdengar sedikit pun nada benci.

"Tapi, Gas, kamu...." Kak Yoga belum sempat menyelesaikan kata-katanya, tapi Kak Bagas sudah menimpali terlebih dahulu.

"Kalau kamu mau bilang takut nyakitin perasaanku atau takut aku marah itu salah. I'm fine. Justru aku bakal marah kalau kamu nggak mau ungkapin perasaanmu itu sekarang. Kamu udah berkorban buat aku, apa salahnya kalau sekarang aku yang berkorban buat kamu. Ayo semangat, Bro!" sela Kak Bagas dengan tawanya yang khas.

"Makasih, Gas." balas Kak Yoga singkat diiringi senyumannya yang kini merekah dengan bebas. Aku belum pernah melihat Kak Yoga tersenyum semerekah ini.

Kini Kak Yoga mendekatiku. Diraihnya tanganku yang sedari tadi terkulai ke bawah. Ini adalah pertama kalinya Kak Yoga memegang tanganku. Kalau tragedi kado waktu itu aku yang terlebih dahulu memegang tangannya dan sekarang dia, benar-benar tak kusangka. Matanya menatap tajam ke mataku. Dia begitu tampan. Ah, tapi apa yang akan dia lakukan, apa benar kalau selama ini dia menyukaiku? Aku masih tak percaya dengan apa yang tadi dia katakan pada Kak Bagas.

"Kay, kamu udah tau kan? Bener yang Bagas bilang, aku emang suka sama kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?" tukas Kak Yoga mantap, penuh keseriusan.

"Mmm...,ma..,mau, Kak." jawabku terbata. Pipiku memerah karena sangat malu.

Kak Yoga langsung lompat-lompat kegirangan diiringi dengan tawa lepas dari Kak Bagas. Semua terasa indah saat ini. Semuanya ternyata tak seburuk yang aku bayangkan. Justru terjadi sebaliknya. Semenjak kejadian itu aku dan Kak Yoga berpacaran, sedangkan Kak Bagas sudah menjadi seperti kakak kandungku sendiri. Dia kini berpacaran dengan sahabatku, Ara. Kami semua menjalin hubungan dengan baik. Bahkan kami sering pergi jalan-jalan bersama dan double date juga. Kehidupanku jauh lebih indah ketika semua orang-orang yang kusayangi berada di sekitarku. Ketika mereka juga bisa merasakan kebahagiaan yang kurasakan. Berbagi suka dan duka bersama.


Salam sayang,

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar